Balikpapan, Pertemuan SSKE ini merupakan lanjutan pertemuan yang sebelumnya telah diadakan di Jakarta.
Dalam pertemuan tersebut secara khusus Penjabat Gubernur Kaltim Akmal Malik menerima kunjungan delegasi South-South Knowledge Exchange (SSKE) yang difasilitasi The World Bank di meeting room Hotel Platinum Balikpapan, Senin 27 Mei 2024.
Dalam South-South Knowledge Exchange (SSKE) tergabung beberapa negara, terdiri Indonesia (tuan rumah), Brazil dan Republik Demokrasi Congo melakukan kegiatan sejak 23-29 Mei 2024 di Provinsi Kalimantan Timur.
Delegasi SSKE dipimpin Lead Environmental Specialist The World Bank Franka Braun, hadir bersama Government of Mato Grosso Ligia Nara Vendrami, Secretary of the Environment of the State of Amazonas Eduardo Costa Traveira, Minister of Environment and Sustainable Development of the DRC’s Joseph Longunza Malassi, Provincial Minister in charge of the Environment, Democratic Republic of Congo Ignace Bonda Monza, Deputy Director-General of the Brazilian Forest Service Marcus Vinicius Alves, Director of the Forestry Department at the Ministry of the Environment of Brazil Fabíola Marono Zerbini.
Hadir pula mendampingi pejabat Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, pejabat Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Nani Hendiarti, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL), KLHK RI Agus Justianto dan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Laksmi Dhewanthi. Direktur Utama, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Hartono dan Ketua DDPI Kaltim Profesor Daddy Ruchiyat.
Di forum Pertukaran Pengetahuan Selatan-Selatan ini, Akmal Malik mempresentasikan Strategi Subnasional Satuan Tugas Gubernur untuk Perubahan Iklim dan Hutan.
Mengawali sambutannya, Akmal Malik menjelaskan pemerintah (pusat dan daerah) membuat kebijakan dan membangun kemitraan (private sector dan masyarakat) untuk mengurangi deforestasi dan mendorong konservasi.
“Satu-satunya provinsi yang membuat peraturan gubernur tentang tata kelola nilai ekonomi karbon adalah Kalimantan Timur,” ungkapnya.
“Ini yang pertama di Indonesia,” sambungnya.
Kebijakan Kaltim ini menurut Akmal sebuah keterbaruan Pemerintah Indonesia yang dapat diikuti negara-negara lainnya.
Selain itu, kebijakan Pemerintah Indonesia untuk menggugah semua pihak bahwa menjaga hutan dan mengurangi emisi bukan semata tugas pemerintah.
“Tetapi juga tanggung jawab private sector serta pemangku kepentingan terkait dan masyarakat,” tegasnya.
Oleh karena itu, ujar Akmal, ketika karbon memiliki nilai ekonomi, maka akan mendorong semua pihak terlibat aktif menjaga karbon bersumber dari gambut, hutan maupun mangrove.
Akmal pun berharap World Bank melihat kebijakan Kaltim ini sebagai langkah positif menyelamatkan bumi oleh negara memiliki hutan.
“Jika selama ini banyak negara menghasilkan emisi, maka mereka harus membayar kepada negara yang menghasilkan karbon sebab menjaga hutannya,” pungkasnya.
Lead Environmental Specialist The World Bank Franka Braun menjelaskan South-South Knowledge Exchange adalah menggabungkan tiga negara hutan hujan tropis terbesar, sekaligus platform para pembuat kebijakan, pakar dan masyarakat.
“Bank Dunia juga membawa masyarakat global. Dan dalam platform ini kita berusaha mengatasi masalah yang dihadapi negara-negara hutan hujan tropis,” jelasnya.
Atas nama World Bank, Franka Braun menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Indonesia, khususnya Pemerintah Provinsi Kaltim.
“Banyak kemajuan yang diperoleh Pemerintah Provinsi Kaltim, seperti pengelolaan hutan dari deforestrasi, pengurangan emisi karbon. Ini adalah kepentingan bersama menjaga kemajuan dan langkah baik ini,” pujinya.
Tidak kalah pentingnya, Kaltim bersama lima pemerintah daerah lainnya menjadi garis terdepan menjaga hutan dan memastikan masyarakat yang hidupnya bergantung pada hutan bisa sejahtera.
“Forum ini adalah forum kemitraan untuk mendapatkan perhatian global dan sektor swasta harus terlibat menjaga ekosistem ini,” harapnya.
Ditambahkannya, platform ini tidak hanya berbagi pengalaman, tapi juga meningkatkan citra mengatasi permasalahan, memobilisasi pembiayaan, teknologi dan mencari solusi bersama.
“World Bank sangat senang bisa mendukung SSKE ini,” akunya.
Dalam sesi diskusi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur menyampaikan,”Kaltim sudah sangat ideal saat ini, pemberian manfaat dalam Program FCPF-CF mendorong dan mengakselerasi tata kelola lahan yang lebih baik kedepannya.”
“Persyaratan dan kemudahan untuk mendapatkan pembiayaan bebasis karbon sangat penting untuk kelestarian lingkungan terlebih banyak pelaku merupakan masyarakat yang bisa dibilang kurang memahami mekanisme terkait nilai ekonomi karbon,” pungkasnya
Tampak Asisten Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Ujang Rachmad dan pimpinan perangkat daerah lingkup Pemerintah Provinsi Kaltim.
Rangkaian selanjutnya dari kegiatan ini adalah kunjungan ke BOSF, hutan lindung Sungai Wain dan IKN.
Leave a Reply