Yucatan, Mexico – Masih pada kegiatan kegiatan Annual Meeting GCF-TF , hari ketiga, tanggal 9 Februari 2023 ini diawali dengan lanjutan business meeting, dimana Sekretariat Global GCF – TF yang dipimpin oleh Willam G. Boyd dan delegasi melaksanakan kegiatan Voting untuk penentuan chair dan tuan rumah pelaksanaan kegiatan annual meeting selanjutnya. Sesuai dengan kesepakatan dari Delegasi yang ada bahwa pada meeting saat ini akan menetapkan tuan rumah sampai dengan 2 tahun kedepan.
Disampaikan oleh Rudiansyah, Kepala Bidang Peningkatan Kapasitas dan Penegakan Hukum Dinas Lingkungan Hidup Prov. Kaltim, terdapat 2 (dua) provinsi (negara bagian) anggota GCF-TF yang mengajukan dan mempresentasikan proposal kesiapan untuk menjadi kandidat tuan rumah acara Annual Meeting Tahun 2024, yaitu Ucayali, Peru dan Acre, Brazil.
Dari hasil voting yang dilakukan oleh seluruh delegasi tetap GCF-TF tersebut, ditetapkan bahwa Ucayali, Peru akan menjadi tuan rumah pada tahun 2024 dan Acre, Brazil menjadi tuan rumah pada tahun 2025, sedangkan untuk Provinsi Papua yang tadinya akan menjadi tuan rumah pada Agustus 2023 ditunda, dimana selanjutnya secara eksklusif diberikan kesempatan sebagai tuan rumah pada Tahun 2026.
Dimundurkannya Provinsi Papua sebagai tuan rumah menjadi tahun 2026 didasarkan karena pertimbangan adanya pemilihan gubernur pada November 2024, maka jika diadakan Annual Meeting pada tahun 2025, akan terlalu singkat dan mepet bagi daerah tersebut untuk buat perencanan dan persiapan.
Pada hari yang sama, salah satu delegasi tetap pemerintah provinsi Kalimantan Timur Prof. Daddy Ruhiyat diundang sebagai salah satu narasumber dalam dialog pada sesi tema Pengetahuan, Inovasi dan Teknologi (Menjelajah Teknologi dan Metrik Untuk Mendukung Capaian Hasil, yang sudah dilaksanakan pada masing-masing region). Sesi dialog ini diikuti oleh 7 (tujuh) narasumber dengan dipandu oleh moderator Omshanti Romero, Manajer Operasi, Landscale, Rainforest Alliance.
Pada sesi tersebut, Prof Daddy menjelaskan sebagai penjabaran Manaus Action Plan (MAP), maka Provinsi Kalimantan Timur telah menyusun Rencana Aksi hingga tahun 2030.
Dari penjelasan beliau, terdapat 4 (empat) Program dalam rangka implementasi MAP tersebut yaitu (1) Fasilitasi Forum Komunikasi bagi semua stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan hutan, (2) Mendukung inovasi dan peluang-peluang dalam sumber pendanaan baru dengan melakukan koordinasi dengan Lembaga-lembaga internasional, serta mengalokasikan anggaran dalam APBD, (3) Mendukung pelaksanaan kegiatan pembangunan rendah karbon yang berbasis yuridiksi, seperti yang ada dikaltim yaitu FCPF, serta (4) Mendukung Program monitoring REDD+ dalam bentuk system pemantauan sebagaimana yang ada pada MRV, berupa perkembangan keberhasilan penurunan emisi.
Selanjutnya Prof Daddy juga memaparkan bahwa terdapat dua indikator utama untuk mencapai Manaus Action Plan di Indonesia. Pertama adalah laju deforestasi, dan kedua adalah nilai dukungan yang diterima dalam pelaksanaan program terkait.
Indikator pertama akan dipantau di tingkat nasional melalui pemantauan perubahan tutupan hutan. Indonesia sudah memiliki Sistem Pemantauan Hutan Nasional yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sistem ini menyediakan data tutupan lahan berbasis spasial serial termasuk perubahan bentuk deforestasi dan degradasi hutan.
Indikator kedua, yaitu dukungan yang diterima, dapat dipantau melalui informasi yang dikumpulkan di dinas terkait pada tingkat provinsi. Di Kalimantan Timur misalnya, informasi ini bisa diperoleh dari Biro Perekonomian Provinsi dan Bappeda, serta informasi kerjasama dengan mitra.
Dimana untuk membantu melacak indikator-indikator ini hingga tahun 2030, Provinsi Kalimantan Timur bekerja sama dengan CDP untuk menyertakan data yang relevan dalam kuesioner tahunan mereka, sehingga Provinsi Kalimantan Timur akan memiliki database kinerja Manaus Action Plan setiap tahun.
(PPID Pembantu DLH Prov. Kaltim)
Leave a Reply