Menu

Dampak Pemanasan Global pada “Dialog Indonesia Bicara”

By Dinas Lingkungan Hidup 06/07/2023 No Comments 2 Min Read

Samarinda – Pemanasan global merupakan proses meningkatnya suhu rata-rata udara, atmosfer, laut, juga daratan bumi yang mana fenomena ini dipicu  oleh kegiatan manusia terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan fosil dan kegiatan alih guna lahan, yang kemudian menghasilkan gas karbon dioksida (CO2) melalui proses yang disebut efek rumah kaca.

Menjadi tema pada Dialog Indonesia Bicara, diketahui bahwa salah satu dari dampak pemanasan global ini adalah kenaikan suhu udara di Indonesia.

Demikian disampaikan oleh Kepala Bidang Tata Lingkungan M. Chamidin yang hadir mewakili Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur sebagai salah satu narasumber pada program dialog yang digawangi oleh TVRI nasional ini secara daring.

Bersama Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dan peneliti BRIN Prof. DR. Edvin Aldrian, Chamidin memberikan tanggapannya mengenai dampak atas pemanasan global tersebut terutama bagi Kalimantan Timur.

Disinyalir salah satu penyebab terjadinya pemanasan global ini adalah adanya perubahan tata guna lahan, untuk itu Chamidin mengatakan bahwa tata guna lahan di Kaltim telah diatur pada Peraturan Daerah nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kaltim yang harus ditaati oleh semua pihak.

“Jadi pemerintah Kaltim memantau perubahan tata guna lahan dengan menggunakan pendekatan peta tutupan lahan, yang dalam hal ini perubahan yang terjadi di Kaltim selalu terpantau setiap harinya ”  ujar Chamidin.

Hal ini diutarakan oleh beliau karena perubahan tata guna lahan di Provinsi Kalimantan Timur saat ini tidak terlalu signifikan, pun diimbangi dengan kawasan yang telah dilakukan rehabilitasi.

“Hingga saat ini Kaltim memiliki kawasan berhutan seluas lebih dari 6,5 juta hektar dari luas total kaltim 12,7 juta hektar” terang beliau.

Dari portal data MRV Kaltim, dapat dilihat bahwa data perubahan tutupan lahan baik deforestasi mapun degradasi lahan di Kalimantan Timur sesuai dengan tahun yang dihitung.

“Untuk itu perubahan iklim ini tidak bisa serta merta disangkut pautkan dengan perubahan tata guna lahan, karena asumsi tersebut bisa digunakan jika untuk melakukan pengukuran iklim mikro saja seperti di kawasan tanpa vegetasi dimana pasti suhu akan terasa lebih panas karena minimnya tutupan lahan dan kelembaban dalam lingkup sempit”  lanjut Chamidin.

Dijelaskan oleh beliau, mengenai dampak dari perubahan iklim yang terjadi saat ini lebih diakibatkan dari aktivitas dari wilayah lain.

“Terjadinya aktifitas antropogenik maupun alamiah dari wilayah bahkan negara lainlah yang menyebabkan kenaikan suhu permukaan bumi yang memberikan dampak secara luas hingga ke Indonesia” tuturnya.

Dipaparkan beliau, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sudah sejak lama serius  mempersiapkan diri menghadapi perubahan iklim dan berbagai persoalan lingkungan. Hal ini terlihat sejak tahun 2010 dengan dideklarasikannya Kaltim Green, yang kemudian secara kelembagaan pada tahun 2011 dibentuk DDPI Kaltim (Dewan Daerah Perubahan Iklim) dengan tupoksi berkoordinasi ke berbagai perangkat daerah dan stakeholders untuk secara kolaboratif menjawab isu perubahan iklim.

Selanjutnya Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur pun mengeluarkan beberapa kebijakan seperti Perda Kaltim nomor 7 tahun 2018 tentang Pembangunan Perkebunan Kelanjutan, Perda Kaltim nomor 7 tahun 2019 tentang Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim , serta Perda kaltim nomor 2 tahun 2020 tengan RPPLH.

Terlebih dari itu, Provinsi Kalimantan Timur kemudian terpilih sebagai pilot project pelaksanaan program Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF-CF). Dimana program ini merupakan fasilitas insentif penurunan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan yang difasilitasi oleh Bank Dunia dengan skema pembayaran berbasis kinerja.

“Dalam proses ini Pemerintah Indonesia menjalin kesepakatan bersama Bank Dunia  melalui perjanjian pembayaran pengurangan emisi di tahun 2020, dengan nilai insentif yang diberikan sebesar 110 juta US dollar untuk pengurangan emisi 22 juta ton co2 equivalen secara bertahap” terang beliau.

“Dari dana program FCPF ini, pemerintah Kabupaten, Kota,  dan Desa hingga masyarakat dapat meningkatkan upaya upaya perlindungan serta pelestarian hutan di Kaltim, sehingga isu perubahan iklim yang saat ini menjadi isu global dapat lebih diantisipasi mulai saat ini” pungkasnya.

(PPID DLH Prov. Kaltim)

Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *