Samarinda – Adaptasi dan mitigasi merupakan sebuah upaya penting dalam menghadapi perubahan iklim, karena perubahan iklim dapat meningkatkan risiko terjadinya bencana seperti halnya kekeringan, banjir, longsor, kegagalan kenaikan muka laut serta berbagai bencana lainnya.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sendiri sejak tahun 2010 telah membangun kesiapan dan melakukan berbagai aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim terutama di sektor berbasis lahan yang bahkan diselenggarakan secara yurisdiksional.
Sejalan dengan aksi tersebut, diprakarsai oleh Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Kaltim, Rabu 14 Juni 2023 dilaksanakan Sosialisasi Kegiatan Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Sektor Lahan.
Didapuk sebagai salah satu narasumber, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur E.A. Rafiddin Rizal memberikan paparan mengenai Peta Jalan Adaptasi Dan Mitigasi Perubahan Iklim di Provinsi Kalimantan Timur.
Disampaikan oleh Rizal, adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim menjadi penting karena seperti yang dirasakan saat ini dimana kondisi cuaca yang ekstrim serta peningkatan suhu merupakan dampak dari perubahan iklim yang telah terjadi.
Berdasarkan informasi Bappenas pada kegiatan Rakerteknas Pengendalian Perubahan Iklim tanggal 2 maret 2023, 98% hingga 99% dari total jumlah kejadian bencana alam adalah bencana hidrometeorologi, dimana pada tahun 2021 telah terjadi 3.545 kejadian bencana hidrometeorologi.
“Jadi dilihat dari grafik yang ada, dalam kurun satu dekade terakhir kenaikan bencana hidrometeorologi terjadi di mulai tahun 2016 dan di tahun 2021 merupakan kenaikan bencana hidrometeorologi tertinggi meliputi bencana banjir, tanah longsor, angin topan, abrasi dan kekeringan” ujar Rizal.
Dipaparkan oleh beliau, komitmen Indonesia dalam pengurangan emisi gas rumah kaca telah dimulai dari beberapa kurun waktu yang lalu, diawali dengan komitmen penurunan emisi gas rumah kaca dalam Paris Agreement tahun 2015.
Kemudian dilanjutkan dengan pidato Presiden yang berkomitmen akan melakukan penurunan emisi gas rumah kaca di tahun 2030 sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan dari internasional.
“Hingga tahun 2022, pemerintah Indonesia telah meningkatkan target NDC tersebut atau enhanced NDC sebesar 31,89% untuk upaya sendiri dan 43,20% dengan bantuan internasional” lanjut beliau.
Secara garis besar beliau menuturkan, keseriusan pemerintah Indonesia dalam menangani isu perubahan iklim tidak hanya dalam bentuk komitmen saja, namun juga dengan menyusun dokumen-dokumen strategi kebijakan terkait dengan perubahan iklim.
“Diantaranya dokumen strategi REDD+ tahun 2021-2030, dokumen LTS-LCCR tahun 2050, dokumen Indonesia Adaptation Comunication, serta dokumen Rencana Operasional Folu Net Sink 2030” tukas Rizal.
(PPID DLH Prov. Kaltim)
Leave a Reply