Menu

Atasi Banjir, KLHK Padukan Rehabilitasi dan Penegakan Hukum

By Dinas Lingkungan Hidup 01/08/2020 No Comments 3 Min Read

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Selasa, 07 Januari 2020. Salah satu upaya penanggulangan banjir di kawasan Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi atau Jabodetabek, KLHK akan meningkatkan rehabilitasi hutan di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS), khususnya DAS Ciliwung dan DAS Cisadane. Dari 8 DAS yang bermuara di daerah terdampak banjir beberapa waktu lalu, kedua DAS tersebut dominan sebabkan banjir, begitu pula DAS Kali Bekasi.

Banjir terjadi pada tanggal 1 Januari 2020 dengan area terdampak wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Lokasi banjir meliputi bagian hilir dari 8 DAS yaitu DAS Kali Angke Pesanggrahan, DAS Kali Krukut, DAS Ciliwung, DAS Sunter, DAS Kali Buaran, DAS Cakung, DAS Kali Bekasi dan DAS Cisadane. Banjir yang terjadi merupakan akibat curah hujan yang tinggi hingga ekstrem yang terjadi sejak tanggal 31 Desember 2019.

“Kami juga akan segera membuat bangunan Konservasi Tanah dan Air (KTA) seperti dam penahan, dam pengendali, maupun gully plug sebanyak mungkin dalam waktu dekat di daerah hulu,” ujar Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (PDASHL) Hudoyo, saat Konferensi Pers di Jakarta, Selasa (07/01).

Disamping kondisi DAS, curah hujan ekstrem dan alih fungsi lahan, juga ditengarai akibatkan banjir. “Setelah kita cek di lapangan maupun citra satelit, sebagian besar tutupan lahan di bagian hulu merupakan pertanian lahan kering, yaitu sayuran. Selain itu, sebagian besar situ dan rawa di daerah Bekasi dan sekitarnya itu semuanya sudah tertutup beton, disamping sistem drainase yang terganggu,” katanya.

Oleh karena itu, untuk rehabilitasi pada areal penggunaan lain (APL), KLHK mengharapkan peran pemerintah daerah dan masyarakat yang lebih besar untuk mendorong rehabilitasi kawasan tersebut.

Lebih lanjut, Hudoyo mengatakan banjir ini bukan masalah baru bagi Jakarta, karena secara alami terdapat lintasan air dari Bogor dan Depok serta bagian lereng DAS Ciliwung berupa kipas aluvial yang merupakan tanah lempung yang gampang mengalirkan air.

Hudoyo menyampaian kesimpulan penyebab banjir Jakarta, antara lain curah hujan tinggi hingga ekstrim, limpasan air dari Bogor dan Depok, bagian lereng kaki dari kipas alluvial DAS Ciliwung, hilangnya situ dan alih fungsi rawa, tutupan lahan di bagian hulu didominasi pertanian lahan kering (sayur-sayuran) dan pada area terdampak didominasi lahan terbangun sehingga limpasan permukaan tinggi dan infiltrasi rendah, sistem drainase tidak mampu mengantisipasi kenaikan volume air yang ekstrim serta permasalahan budaya membuang dan mengelola sampah yang buruk.

Faktor lain yang menyebabkan banjir yaitu masih rendahnya kondisi pengelolaan sampah, serta adanya Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Ilegal dan Pengelolaan TPA Open Dumping) di beberapa wilayah Jabodetabek. Tiga daerah dengan persentase sampah tidak terkelola paling tinggi yaitu Kabupaten Bogor (93,42%), Kota Bekasi (75,72%), dan Kota Bogor (75,51%).

Sampah yang tidak terkelola, selain akan mencemari lingkungan dan besar kemungkinan akan masuk ke badan air termasuk drainase bahkan sungai. Hal ini membuat kapasitas daya tampung air menurun dan menyebabkan banjir.

Oleh karena itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK Rasio Ridho Sani mengatakan KLHK akan melakukan penegakan hukum secara tegas dan konsisten terhadap pengelola dan/atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengelolaan sampah yang tidak mengikuti peraturan perundangan, norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan.

“Penegakkan hukum ini kami lakukan dari hulu hingga hilir, sebagai upaya untuk memberi efek jera, adanya perubahan perilaku, dan membentuk budaya kepatuhan. Kami juga telah membentuk satuan tugas untuk mengidentifikasi titik-titik pengelolaan sampah yang tidak sesuai prosedur,” ujar Rasio Sani.

Sebelumnya pada tahun 2019, Ditjen Penegakan Hukum LHK telah melakukan penyegelan TPA ilegal sejumlah titik di Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Sedangkan, sebagai langkah penegakan hukum di sektor hulu, Ditjen Penegakan Hukum LHK melakukan penertiban aktivitas tambang ilegal yang mengancam DAS.

Selanjutnya Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian DAS (PEPDAS) Saparis Soedarjanto menambahkan kajian teknis bahwa Peta “Land System” skala 1:250.000 menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Jakarta termasuk kategori sistem lahan yang tergenang (inundated land system), sehingga merupakan daerah genangan air (depression storage). Kondisi tersebut menyebabkan tidak cukup energi air mengalir ke tempat yang lebih rendah menuju ke laut. Apabila momentum tersebut bersamaan dengan kenaikan tinggi muka air laut dan mengakibatkan arus balik ke daratan (dikenal dengan banjir rob), maka akan melipatgandakan intensitas banjir. Banjir pada dini hari hingga pagi tanggal 1 Januari memperkuat argumentasi tersebut, karena pada fase waktu tersebut terjadi kenaikan muka air laut.

Pola hujan pun berubah menjadi sangat tidak ramah terhadap Jakarta. Curah hujan tinggi di daerah puncak dan hulu 13 Daerah Aliran Sungai (DAS) mulai berubah, cenderung tersebar merata hingga ke bagian hilir. Hujan extrem pada tanggal 1 Januari 2020 dengan intensitas 377 mm/hari di daerah Halim semakin melegitimasi pola hujan yang berubah dan semakin merata di wilayah Jakarta. (*)

Sumber : https://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/, Tanggal 07 Januari 2020

Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *