Monthly Archives: Desember 2019

Capaian Indonesia pada COP 25 Madrid

Category : Uncategorized

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sabtu, 28 Desember 2019. Para Negosiator Indonesia telah berhasil memperjuangkan kepentingan Indonesia di COP25 United Nations Framework Climate Change Conference (UNFCCC).

Pada konferensi yang diselenggarakan sejak 2 -15 Desember 2019 di Kota Madrid, Spanyol, Para Negosiator Indonesia berhasil memasukkan isu Laut/Ocean ke dalam Decision nomor 1 COP25 melalui pengajuan proposal “Integrating Ocean-Climate Change Issues into the UNFCCC”. Selanjutnya dua orang Negosiator Indonesia juga berhasil mendapatkan posisi pada beberapa badan dibawah UNFCCC, tepatnya di “Compliance Comittee Under Kyoto Protocol” dan “Alternate Member of the Local Communities and Indigenous People Platform (LCIPP)”.

“Isu ocean menjadi salah satu yang berhasil diadopsi dalam keputusan bersama dengan Fiji, Panama, Kosta Rica, Seychelle, dan Chile,” ujar Wamen LHK Alue Dohong pada sambutannya di acara Pertemuan Komunikasi Hasil Negosiasi UNFCCC (COP25/CMP15/CMA2, SBSTA51, SBI51) Madrid Spanyol, di Jakarta, Jumat 27 Desember 2019.

Kemudian Wamen Alue juga menyatakan bangga atas terpilihnya dua orang negosiator Indonesia, yaitu Sdri. Ratnasari Wargahadibrata dari Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK dan Sdr. Yuli Prasetya Nugroho dari Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) untuk menduduki posisi pada beberapa badan dibawah UNFCCC.

Selain itu Indonesia juga berhasil mendorong isu energi baru dan terbarukan (EBT) supaya menjadi mainstream dalam rangka perwujudan National Determination Contribution (NDC) Indonesia ke depan.

“Seperti yang sudah diresmikan Presiden bahwa kita mendukung energi baru terbarukan dengan Program bahan bakar campuran biodiesel dengan bahan bakar nabati, yang saat ini B30 hingga ke depan nanti sampai B50 bahkan B100” imbuh Wamen.

Selain keberhasilan yang dicapai dalam COP 25, masih ada cacatan negosiasi yang belum dapat dituntaskan/pending issues. Beberapa isu krusial masih belum dapat mencapai konsensus para negara pihak, akibat perbedaan kepentingan, seperti diantaranya masih belum ada keputusan mengenai kerjasama internasional yang tertuang pada Pasal 6 Paris Agreement, isu teknis metodologis dibawah enhanced transparency framework, isu Loss and Damage, serta isu pendanaan baik di adaptasi maupun Long-term Finance.

Wamen menekan jika sebetulnya Indonesia sangat berkepentingan terhadap pengaturan Pasal 6 Paris Agreement, hal ini mengingat saat ini Indonesia dalam proses membangun skema perdagangan karbon. Hasil perundingan pada isu ini akan mempengaruhi operasionalisasi perdagangan karbon baik di dalam maupun di luar negeri, baik melalui mekanisme pasar dan mekanisme kerjasama lainnya.

“Menurut saya kita tetap komitmen dengan rencana kita yaitu menurunkan emisi GRK sebesar 29% sebagaimana Ratifikasi Paris Agreement yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo, sekaligus mulai mengembangkan pasar karbon domestik. Ini sebagai persiapan kita kalau di COP26 kedepan pasar karbon disepakati,” tegas Wamen.

Pada gelaran UNFCCC di Madrid ini secara rinci Negosiator Indonesia berhasil mencapai hasil seperti, untuk COP25 terdapat 19 (sembilan belas) agenda item, dengan hasil 15 (lima belas) agenda decided. Kemudian CMP15 terdapat 15 (lima belas) agenda item dengan hasil 11 (sebelas) agenda decided. Selanjutnya CMA2 terdapat 15 (lima belas) agenda item dengan hasil 13 agenda diusulkan untuk diputuskan. Berikutnya SBSTA-51 terdapat 15 (lima belas) agenda item, dengan 12 (dua belas) agenda item dapat diadopsi. Terakhir SBI51 dengan 21 (dua puluh satu) agenda item dengan hasil 15 (lima belas) agenda item dapat diadopsi.

“Hampir 80-90 pesen dari item yang diagendakan Indonesia sudah diselesaikan,” jelas Dirjen PPI, Rhuanda Agung Sugardiman.

Delegasi RI pada gelaran ini secara keseluruhan berjumlah 437 peserta dengan komposisi Laki-laki : 151 peserta dan Perempuan : 286 peserta. Untuk gelaran UNFCCC di Madrid kali ini secara total diikuti oleh 197 Parties & Observer State dengan jumlah 11.414 orang. Kemudian 1.176 observer organization (UN bodies, Specialized organizations, IGOs, NGOs) dengan jumlah 8.775 orang. Selanjutnya 884 media organization dengan jumlah 2.165 orang. Sehingga secara keseluruhan gelaran ini dihadiri total 2.217 organisasi dengan jumlah 22.354 orang.

Acara Pertemuan Komunikasi Hasil Negosiasi UNFCCC (COP25/CMP15/CMA2, SBSTA51, SBI51) Madrid Spanyol ini dihadiri juga oleh para Negosiator Indonesia di UNFCCC.(*)

Sumber : https://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/, Tanggal 28 Desember 2019


Peluncuran Mobil Laboratorium Untuk Dukung Early Warning Sistem Bencana Lingkungan

Category : Uncategorized

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Selasa, 24 Desember 2019. Kejadian pencemaran lingkungan saat ini memerlukan optimalisasi sumber daya sehingga dapat direspon dengan cepat. Hal ini terkendala dengan kondisi geografis wilayah Indonesia yang luas serta minimnya ketersedian sarana, prasarana dan sumber daya manusia yang kompeten di daerah di bidang pengujian kualitas lingkungan. Laboratorium lingkungan menjadi ujung tombak untuk dapat menyediakan data yang diperlukan dalam pengelolaan lingkungan. Peningkatan kapasitas daerah dalam pengelolan lingkungan hidup menjadi salah satu agenda yang perlu ditindaklanjuti termasuk dalam hal pembinaan, pengawasan dan penegakkan hukum.

Puslitbang Kualitas dan laboratorium Lingkungan (P3KLL) Badan Litbang dan Inovasi LHK melaksanakan peluncuran mobil laboratorium dalam rangka mendukung Early Warning System Bencana Lingkungan. Peluncuran secara resmi dilakukan oleh Kepala Badan Litbang dan Inovasi KLHK mewakili Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) di Selasar Auditorium Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin, 23 Desember 2019. Mobil laboratorium merupakan kendaraan yang didalamnya terdapat beberapa sarana laboratorium yang dapat digunakan secara bergerak sehingga pengujian kualitas lingkungan dapat dilakukan dilokasi kejadian/tapak.

“Ini inovasi KLHK untuk memberikan respons secara cepat terhadap kejadian ancaman pencemaran lingkungan yang dapat terjadi sewaktu-waktu,” ujar Menteri LHK, Siti Nurbaya, dalam sambutannya yang dibacakan Kepala Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK, Agus Justianto.

Mobil  laboratorium   ini  diserahterimakan   kepada  5  (lima)  wilayah   yaitu  Provinsi Riau (P3E Sumatera), Provinsi Sumatera Selatan (DLHP), Provinsi Banten (DLHK), Provinsi Jawa Timur (DLH), dan Kalimantan Timur (Balitbangtek KSDA Samboja  – BLI KLHK ). Acara peluncuran  mobil laboratorium  ini dirangkaikan dengan penandatanganan Perjanjian Kerjasama (PKS)  antara  BLI  –  KLHK  dengan DLHK Provinsi Banten, DLHK Provinsi Jawa Timur dan DLHK Provinsi SumateraSelatan.

Sebelum acara peluncuran mobil laboratorium, P3KLL telah melakukan sinergisitas dengan para pemangku kepentingan di 5 (lima) wilayah tersebut secara berurutan dimulai dari Provinsi Banten, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Jatim, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Riau sejak tanggal 2 Oktober sampai dengan 1 November 2019, dan telah melaksanakan Bimbingan Teknis Kualitas Air, Udara dan B3 bagi analis mobil laboratorium. Tujuan dari sinergisitas ini adalah untuk meningkatkan komitmen pemangku kepentingan laboratorium lingkungan akan pentingnya Laboratorium Lingkungan di daerah, menyelaraskan pembagian urusan pemerintah pusat dan daerah di bidang lingkungan hidup dalam memenuhi amanah RPJMN 2020 – 2024 sebagai kegiatan prioritas nasional serta memaduserasikan peran pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Mobil laboratorium ini berisi fasilitas untuk melakukan pengambilan sampel dan pengujian kualitas lingkungan dengan ruang lingkup pengujian yaitu Udara (8 parameter), Air (30 parameter) dan Padatan (10 parameter). Perlengkapan yang ada di dalam mobil laboratorium terdiri dari Peralatan Uji seperti Spektrofotometer Portable, TDS/DHL/Salinometer, pH meter, DO meter, FTIR Spectrometer Portable, XRF Portable, pH meter tanah, Basic Soil Sampling Kit, dan lain sebagainya, serta Perlengkapan Pendukung seperti Genset 3 KVA Silent (setara honda Eu30is), wastafel set kap ±40L, cool box, waste bottling, tabung pemadam api, glass ware ( Alat gelas) dan pipet, exhaust fan (emergency exit), dll serta Alat Pelindung Diri (APD) dan K3 yang ada di dalam mobil laboratorium seperti Jas laboratorium, jaket sampling, sarung tangan, sepatu pelindung/sepatu karet/sepatu boat, masker, kacamata pengaman.

Mobil laboratorium ini dapat dimanfaatkan untuk upaya pengendalian pencemaran lingkungan di sekitar 5 (lima) wilayah tersebut oleh pihak terkait melalui mekanisme yang telah diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan Operasionalisasi Mobil Laboratorium, dengan adanya mobil laboratorium ini diharapkan dapat membantu upaya pengendalian pencemaran dalam pengelolaan lingkungan hidup yang lebih baik. Isu maupun dampak lingkungan yang timbul harus dilakukan dan didukung oleh berbagai pihak yang  terkait, baik dari pemerintah pusat, provinsi dan daerah maupun oleh masyarakat. Kegiatan nyata yang dapat dilakukan oleh pemerintah terkait adalah dengan melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap isu pencemaran lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak dan kerugian yang lebih luas.(*)

Sumber : https://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/, Tanggal 24 Desember 2019


Lewat Buku, KLHK Ingatkan Setiap Orang Berperan Atasi Perubahan Iklim

Category : Uncategorized

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Selasa, 24 Desember 2019. Persoalan perubahan iklim sekarang semakin mendesak untuk diatasi. Persetujuan Paris yang menargetkan agar peningkatan suhu global tidak melampaui 2°C tampak semakin berat tantangannya. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan ambisi total NDC (National Determined Contributions) dari semua negara pada tahun 2020, untuk menjamin terhindarnya kenaikan suhu global 2°C.

“Bagi Indonesia, target NDC yang ditetapkan tahun 2015 telah menunjukkan pencapaian yang signifikan khususnya dari sektor Penggunaan Lahan, Perubahan Penggunaan Lahan dan Kehutanan. Sehingga kami optimis kita bisa memperbaiki ambisi NDC tahun 2020 mendatang,” ujar Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK Ruandha Agung Sugardiman, yang mewakili Menteri LHK saat peluncuran buku “Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim”, di Jakarta, Senin (23/12).

Peningkatan ambisi NDC Indonesia merupakan peluang positif untuk melakukan dua hal strategis. Pertama, meningkatkan kesadaran, kampanye, dan kepedulian semua pihak akan urgensi perubahan iklim, dengan penekanan bahwa perubahan iklim bukan isapan jempol, dan tidak hanya menjadi urusan pemerintah.

“Perubahan iklim adalah urusan semua orang, apapun kelompoknya, profesinya, suku atau apapun agama yang dianutnya,” kata Ruandha.

Kedua, melakukan reformasi birokrasi dan corrective actions terhadap tata kelola sumber daya alam, memperkuat penegakan hukum, dan melakukan pembangunan rendah karbon secara bertahap.

“Melalui akselerasi dua hal tersebut, saya optimis kita akan mampu meningkatkan ambisi dan skala mitigasi, seraya meningkatkan ketahanan iklim atau climate resiliency, dan daya adaptasi kita terhadap iklim yang berubah,” imbuhnya.

Fenomena pemanasan global, perubahan musim, dan bencana hidro-meteorologis, boleh dikatakan telah banyak dikenal oleh masyarakat luas. Namun kebijakan, langkah dan inisiatif mitigasi dan adaptasi yang telah ditempuh Indonesia, baik di tingkat lokal, nasional dan global masih belum banyak diketahui oleh masyarakat luas.

Dalam konteks ini, disampaikan Ruandha, maka kehadiran buku “Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim” mempunyai peran dan relevansi yang besar.

“Trilogi buku ini tidak hanya dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan sense of urgency terhadap perubahan iklim. Tetapi juga untuk mengetahui sampai sejauh mana usaha mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim yang telah dilakukan selama ini, serta agenda kedepan yang harus ditempuh bersama oleh pemerintah pusat dan daerah, regulator, kalangan pebisnis, akademisi, LSM, serta seluruh lapisan dan golongan masyarakat luas,” tutur Ruandha.

Penasehat Senior Menteri LHK, Soeryo Adiwibowo, yang mewakili tim editor, menyampaikan kehadirian buku ini dipicu oleh motivasi dan keinginan untuk menghimpun pengetahuan, kebijakan, langkah-langkah, dinamika, dan inisiatif yang ada hingga di tingkat lokal dalam menghadapi perubahan iklim.

“Buku ini menunjukkan bahwa Perubahan Iklim dimensinya luas, berdampak pada kehidupan sekarang dan kedepan. Jadi, Perubahan Iklim itu everybody business, tidak ada yang tidak terkena Perubahan Iklim,” katanya.

Lebih lanjut, dia mengatakan buku ini bisa jadi living document yang akan diperbaharui secara berkala, sehingga dapat kita teruskan kepada generasi mendatang.

Menteri LHK Siti Nurbaya merupakan Editor Utama dalam buku ini, dengan editor anggota terdiri atas Nur Masripatin, Soeryo Adiwibowo, Yulia Sugandi, dan Thomas Reuter. Sebanyak 78 penulis dari berbagai profesi dan latar belakang.

Buku tersebut terdiri atas tiga volume, yakni Urgensi, Politik, dan Tata Kelola Perubahan Iklim (volume 1), Pembangunan dan Emisi Gas Rumah Kaca (volume 2), dan Perubahan Iklim: Krisis Sosial-Ekologis dan Keadilan Iklim (volume 3). Buku ini juga akan dibuat versi digitalnya untuk memudahkan dan memperluas jangkauan pembacanya, khususnya dari generasi muda.

Turut hadir pada acara ini, Ketua Dewan Pertimbangan Perubahan Iklim, Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim, Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama KLHK, Penasehat Senior Menteri LHK, Staf Khusus Menteri LHK, Tenaga Ahli Menteri LHK, editor dan penulis buku, perwakilan Kementerian/Lembaga, Perguruan Tinggi, praktisi, serta Lembaga dan Mitra Kerja KLHK. (*)

Sumber : https://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/, Tanggal 24 Desember 2019


Pembangunan Ibu Kota Negara Berjalan Simultan dengan Upaya Pemulihan dan Perlindungan Lingkungan

Category : Uncategorized

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sabtu, 21 Desember 2019. KLHK kembali menegaskan bahwa pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur juga berjalan simultan dengan upaya pemulihan dan perlindungan lingkungan di sana. Hal itu ditegaskan oleh Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal KLHK, Laksmi Wijayanti saat jumpa pers di Jakarta, Jum’at (20/12/2019).

“Membangun IKN sekaligus dengan pemulihan dan perlindungan lingkungan, oleh karena itu, KLHK sedang mendalami langkah-langkah kebijakan yang tepat untuk mencapai arahan dan tujuan tersebut”, ungkap Laksmi.

Laksmi yang juga sebagai ketua tim penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk IKN, bersama dengan Kepala Badan Litbang dan Inovasi KLHK, Agus Justianto, serta Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Sigit Hardwinarto, menjelaskan beberapa hal terkait IKN.

Pertama adalah terkait dengan penyiapan lahan, dari rencana 180 ribu Hektare (Ha), kemungkinan akan ditambah menjadi seluas kurang lebih 250 ribu Ha. Dari luasan tersebut, 40 persennya akan dipastikan menjadi green area IKN. Lokasi IKN yang berada di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, sebanyak 42 ribu hingga 50 ribu Ha berada di lokasi Hutan Tanaman Industri PT. ITCHI Hutani Manunggal dan akan disampaikan ke Badan Otorita IKN.

Kedua, dalam upaya pemulihan lingkungan, akan dilakukan melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), serta reklamasi dan revegetasi lahan pasca tambang. Ketiga, KLHK akan membangun Persemaian Modern seluas 120 Ha, dengan produksi bibit minimal 15 juta bibit pertahun untuk mendukung upaya RHL.

Keempat, KLHK juga akan menyusun pedoman model pengelolaan dan perlindungan yang tepat untuk wilayah sekitar IKN. Kelima, pemerintah akan membantu kesejahteraan masyarakat sekitar IKN seperti memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Terakhir, KLHS yang dibuat KLHK akan digunakan sebagai pedoman untuk semua pihak dalam mewujudkan IKN yang berkonsep forest city atau bush capital.

Laksmi menuturkan bahwa KLHS untuk IKN yang disusun KLHK berprinsip pada tiga hal, yaitu kecukupan air di sekitar lokasi, perlindungan satwa dan ekosistemnya, serta penanganan kerusakan lingkungan. KLHS untuk IKN dipastikan akan selesai pada akhir Desember tahun ini.

“Lokasi IKN kaya akan keanekaragaman hayati, ini akan menjadi fitur utama, kota yang modern namun lingkungannya merupakan ekosistem hutan hujan tropis khas Kalimantan. KLHS yang disusun memastikan untuk hal tersebut dapat terpenuhi”, terang Laksmi.

Kepala Badan Litbang dan Inovasi KLHK, Agus Justianto, memaparkan hasil kajian Badan Litbang dan Inovasi terkait kondisi ekologi, sosial, ekonomi dan budaya di rencana lokasi IKN.

Dalam paparannya, Agus menjelaskan bahwa data primer dan sekunder menunjukkan bahwa bentang alam kawasan hutan yang dimohon untuk perubahan fungsi, memiliki kondisi hutan sekunder yang produktif sebagai hutan tanaman dan sebagian areal lindung memiliki nilai konservasi tinggi untuk mendukung keanekaragaman hayati dan ekosistem alami. Ekosistem alami merupakan ekosistem hutan hujan Dipterokarpa dataran rendah atau dataran tinggi dan ekosistem hutan karst yang saat ini berupa hutan sekunder dan mampu mendukung biodiversitas flora dan fauna lokal.

Agus kemudian menyimpulkan bahwa perubahan fungsi sebaiknya mempertimbangkan areal yang teridentifikasi memiliki nilai keanekaragaman hayati yang tinggi dan menjadi tempat hidup bagi jenis-jenis flora dan fauna yang perlu untuk dilindungi dan dipertahankan kelangsungan hidupnya. Keberadaan ekosistem hutan karst dengan luasan sekitar 558 Ha juga perlu untuk dijaga dan dipertahankan.(*)

Sumber : https://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/, Tanggal 21 Desember 2019


Pengelolaan Sampah Tumbuhkan Sirkular Ekonomi Masyarakat

Category : Uncategorized

Makassar, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kamis, 19 Desember 2019. Keberadaan Bank Sampah tidak hanya mendorong masyarakat lebih peduli terhadap sampah, tetapi juga dapat menumbuhkan potensi ekonomi kerakyatan, dan kesempatan kerja.

Bank Sampah Induk (BSI) Turikale di Kabupaten Maros misalnya, mampu menghasilkan omset rata-rata Rp. 50 juta/bulan. Mereka mempekerjakan 18 orang karyawan, dengan penghasilan rata-rata sebesar Rp. 1,5 juta – 2,5 juta/orang.

“Melalui Bank Sampah, masyarakat mendapat pengetahuan bagaimana memandang sampah sebagai sebagai sesuatu yang bernilai guna untuk ditabung di Bank Sampah. Selain itu juga mendidik masyarakat untuk mengelola sampah sesuai jenis, dan nilainya melalui proses pemilahan, yang selanjutnya dapat menumbuhkan ekonomi masyarakat dengan circular economy (ekonomi sirkular),” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Rosa Vivien Ratnawati, saat mendampingi kunjungan kerja Komisi IV DPR RI di Provinsi Sulawesi Selatan, Kamis (19/12/2019).

Saat ini, BSI Turikale mempunyai 578 nasabah yang berasal dari perkantoran, sekolah, dan nasabah perorangan. Sampah yang dikelola BSI Turikale sebanyak 1- 2 ton/hari. Terdapat 4 jenis sampah yang dikelola di BSI Turikale yaitu sampah kertas (57%), plastik (31%), logam (7%), dan botol (5%).

“Bank sampah adalah salah satu strategi penerapan 3R (reduce, reuse, recycle) dalam pengelolaan sampah dengan pemilahan sampah pada sumbernya di tingkat masyarakat,” kata Rosa Vivien.

Selain BSI Turikale, Komisi IV DPR RI juga meninjau Unit Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan (fasyankes) di Kawasan Industri Makassar. Fasilitas Pengelolaan Limbah Medis ini menjadi Jasa Pengolah Limbah Medis pertama di wilayah Timur Indonesia yang dibangun oleh KLHK dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

“Ini merupakan upaya pemerintah dalam langkah kongkrit solusi pengelolaan limbah medis di wilayah timur Indonosia yang belum terjangkau jasa pengelola limbah medis,” tutur Rosa Vivien.

Kegiatan operasionalnya dimulai sejak bulan September 2019, dengan jumlah limbah medis yang telah diolah sebanyak 41 ton dari 40 Rumah Sakit. Kapasitas incinerator yang dimiliki fasilitas ini mampu mengolah limbah 100 kg/jam atau 2.4 ton/hari.

“Limbah medis dari Fasyankes termasuk kategori limbah B3 karena memiliki karakteristik infeksius, seperti limbah jarum suntik, limbah patologis, dan kasa atau perban bekas pakai,” tutur Rosa Vivien.

Lebih lanjut, Rosa Vivien menyampaikan, dengan dukungan dan dorongan dari Komisi IV DPR RI dalam pengelolaan sampah di Indonesia, kedepan diharapkan dapat terbentuk bank sampah dan pengolahan limbah B3 di seluruh Indonesia.

Sementara itu, Ketua Komisi IV DPR RI Sudin mengatakan pengelolaan sampah dan limbah di Sulawesi Selatan sudah baik dan dapat menjadi contoh daerah lain.

“Permasalahan sampah dan limbah di Indonesia itu diantaranya disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat. Jadi ini merupakan PR kita semua untuk mengedukasi masyarakat. Dalam hal ini, kami di Komisi IV DPR RI akan mendukung upaya-upaya KLHK dalam pengelolaan sampah dan limbah ini,” katanya.

“Saya melihat tempat pengelolaan limbah ini sudah baik. Namun akan lebih baik kalau dilakukan juga penghijaun. Tanamlah pohon yang ada manfaatnya, buah-buahan misalnya. Jadi karyawan yang bekerja disini juga dapat ikut memelihara dan menikmatinya hasilnya,” tambah Sudin, saat meninjau Unit Pengelolaan Limbah B3 di Kawasan Industri Makassar.

Sebelumnya, pada hari pertama kunjungan kerja di Sulawesi Selatan (18/12/19), Komisi IV DPR RI mengunjungi Balai Riset Perikanan Air Payau dan Penyuluhan Perikanan, Balai Penelitian Tanaman Serelia, dan Balai Besar Penelitian Veteriner di Kabupaten Maros, yang dilanjutkan pertemuan dengan Gubernur Sulawesi Selatan.

Pada hari kedua, selain Bank Sampah dan Unit Pengelolaan Limbah B3, Komisi IV DPR RI juga meninjau ketersediaan pupuk di gudang PT. Petrokimia, dan stok beras di gudang Perum Bulog.

Rombongan yang melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Sulawesi Selatan berjumlah 13 orang, terdiri dari pimpinan dan anggota komisi IV DPR RI. Selain Sulawesi Selatan, pada masa reses pertama ini Komisi IV DPR juga melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Aceh, dan Jawa Timur.

Turut mendampingi pada kegiatan ini Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Bahan Beracun dan Limbah Berbahaya Non Racun, Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sulawesi dan Maluku, serta dari Direktorat Pengelolaan Sampah, Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VII Makassar, dan Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan. (*)

Sumber : https://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/, Tanggal 19 Desember 2019


Simulasi Dan Ujicoba Pelaksanaan Kegiatan Pengukuran, Pemantauan, Dan Pelaporan Emisi REDD+ Dalam Kerangka FCPF-CF Provinsi Kalimantan Timur

Category : Uncategorized

Samarinda – “Provinsi Kalimantan Timur telah dipilih oleh Pemerintah sebagai lokasi percontohan kegiatan Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Dedgradasi Hutan (REDD+)” demikian yang diutarakan oleh Bapak E.A Rafiddin Rizal, ST, MT selaku Kepada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur, pada pembukaan kegiatan Simulasi dan Ujicoba Pelaksanaan Kegiatan Pengukuran, Pemantauan dan Pelaporan Emisi REDD+ Dalam Kerangka FCPF-CF Provinsi Kalimantan Timur, yang digelar di Hotel Selyca Mulia pada tanggal 19-20 Desember 2019.

FCPF Program Carbon Fund merupakan implementasi program yang bertujuan mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) dengan skema pembayaran berbasis kinerja, dimana program ini berpeluang dapat membantu Provinsi Kalimantan Timur dalam rangka upaya menurunkan emisi GRK sampai dengan 20% (target 2010-2030) dibandingkan tingkat BAU dengan tetap meningkatkan nilai tambah kegiatan-kegiatan ekonomi kunci daerah.

“Implementasi Program Penurunan Emisi FCPF akan dimulai tahun 2020 sampai dengan 2024” lanjut beliau, “World Bank akan memberikan insentif maksimum sebesar US$ 110 juta atau setara dengan 22 juta ton CO2 eq jika Pemda Kaltim dapat memenuhi target penurunan emisinya sebagaimana tercantum dalam LOI (Letter of Intent) yang telah ditandatangani bulan September 2017 oleh Sekjen KLHK dan World Bank”.

Pihak World Bank telah menyetujui dokumen ERPD (Emission Reduction Project Document) untuk diusulkan ke dalam portofolio negosiasi ERPA (Emission Reduction Payment Agreement) yang saat ini masih dalam proses negosiasi. Dimana untuk mengimplementasikan pembayaran berbasis kinerja atau sering disebut Result Based Payment (RBP) dalam rangka REDD+ ini, memerlukan sistem Measurement (Pengukuran), Monitoring (Pemantauan), Reporting (Pelaporan) and Verification (Verifikasi) (MMR/MRV).

Dijelaskan pula, “Ada 2 hal penting terkait MMR/MRV yang perlu disiapkan, yaitu Sistem MMR/MRV dan Kelembagaan MMR/MRV, di tingkat sub-nasional dalam proses pembangunan yang diharapkan selesai pada tahun 2019. Kemudian, selain struktur kelembagaan, pelaksana REDD+ perlu mengetahui data dan informasi apa yang di MMR dalam periode implementasi terutama dalam menyiapkan verifikasi tahap pertama yang rencananya terjadi pada tahun 2021”

“Sehingga untuk mendukung adanya data yang akurat dan transparan dalam proses MMR FCPF-CF REDD+ maka diperlukan Simulasi Dan Ujicoba Pelaksanaan Kegiatan Pengukuran, Pemantauan, Dan Pelaporan Emisi REDD+ Dalam Kerangka FCPF-CF Provinsi Kalimantan Timur” tutup beliau.

Untuk diketahui bahwa Dinas Lingkungan Hidup Prov. Kaltim telah melaksanakan sosialisasi dan fasilitasi sistem MMR ini di setiap Kabupaten dengan melibatkan beberapa pemangku kepentingan, sehingga harapannya setelah disosialisasikannya sistem MMR ini para pemangku kepentingan dapat berperan aktif dalam pelaksanaan program FCPF-CF di Provinsi Kalimantan Timur.

(zen)


Pengelolaan DAS Berkelanjutan Perlu Pertimbangkan Daya Dukung dan Daya Tampung

Category : Uncategorized

Palangkaraya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rabu, 18 Desember 2019. Pada Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Lahan Gambut Berkelanjutan Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat 2019 di Universitas Palangkaraya (UPR), Direktur Pengendalian  Kerusakan Gambut KLHK, Sri Parwati Murwani Budisusanti, mengungkapkan pentingnya pengetahuan tentang daya dukung (carriying capacity) dan daya tampung (asimilatif capacity) Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk menjamin pengelolaan DAS yang berkelanjutan.

“Kunci pengelolaan DAS adalah kajian daya dukung dan daya tampung. Dari sana akan diketahui apasaja kegiatan yang ada dan dapat dilakukan di atas DAS tertentu, sehingga kerusakan DAS dapat diantisipasi, ” ujar Sri Parwati yang hadir mewakili Wakil Menteri LHK pada kegiatan Seminar Nasional ini.

Lebih lanjut, Sri Parwati menjelaskan jika pengetahuan tentang daya tampung DAS terutama berkaitan dengan kualitas air sangat berguna untuk mendukung kehidupan makhluk hidup. Kajian daya tampung dapat menjelaskan mulai dari debit erosi yang masuk ke aliran sungai, hingga sumber-sumber pencemaran air sungai.

Kemudian juga menurut Sri Parwati dalam pengelolaan DAS tidak bisa dilepaskan dengan perencanaan tata ruang wilayah. Pengelolaan DAS yang tidak singkron dengan perencanaan tata ruang wilayah dipastikan menyebabkan DAS rentan rusak dan dapat memicu bencana seperti banjir dan longsor. Hal ini terutama terkait kegiatan-kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan yang diizinkan di atas sebuah DAS yang diatur dalam perencanaan tata ruang wilayah. Untuk hal ini menurutnya dapat didekati dengan kajian daya dukung DAS.

Khusus untuk Provinsi Kalimantan Tengah, Sri Parwati menjelaskan jika keberadaan lahan gambut dalam DAS menjadi keunikan yang perlu penanganan tersendiri. Diperlukan kesamaan visi dan komitmen para stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan gambut agar ekosistem gambut dapat lestari

“Kunci pengelolaan gambut itu adalah memastikan air gambut tidak keluar/lepas yang menyebabkan lahan gambut menjadi kering dan rusak, sehingga mudah terbakar. Kejadian karhutla pada lahan gambut diketahui mengemisi dioxin dan furan yang karsinogenik yang menurut WHO beresiko menurunkan kesehatan pada manusia.” tegas Sri Parwati.

Sri juga menjelaskan jika di Kalimantan Tengah, DAS Kahayan yang lintas provinsi menjadi tanggung jawab Pemerintah pusat. Namun demikian di Kalimantan Tengah sendiri total ada 11 DAS yang juga menjadi kewenangan pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten. Oleh karena itu agar pengelolaan ekosistem gambut baik dan sinergis dari tingkat tapak hingga pusat dirinya mendorong setiap pemerintah daerah dengan dibantu unsur akademisi menyusun Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG) .

RPPEG merupakan instrumen kebijakan yang di dalamnya berisi upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem sistematis dan terpadu, dimana salah satunya terkait dengan pengendalian kebakaran hutan dan lahan gambut yang berkorelasi terhadap kualitas udara secara nasional bahkan global. Dokumen RPPEG juga sebagai pendukung dalam rencana pembangunan daerah dan rencana tata ruang wilayah.

Selanjutnya Rektor UPR, Andrie Elia menyatakan sangat berterimakasih atas kehadiran Wamen KLHK Alue Dohong yang diwakili oleh Direktur Pemulihan Kerusakan Gambut KLHK. Dirinya menyatakan UPR telah banyak berinovasi terkait pengelolaan gambut berkelanjutan, salah satunya dengan membangun Laboratorium Alam Hutan Gambut Sebangau-Palangkaraya, selanjutnya juga baru-baru ini sedang membangun gedung pengembangan inovasi gambut dengan tinggi 7 lantai.

UPR juga sudah di desain Green Kampus, dirinya meminta bantuan KLHK melalui UPT BPDAS agar membantu pembibitan. Dirinya mengaku UPR telah memiliki tanaman kayu Meranti Merah yang saat ini sudah berumur 3 tahun. Dengan batuan itu diharapkan tanaman ekosistem gambut yang memiliki nilai ekologis maupun ekonomis tinggi ini dapat tumbuh baik dan melindungi lahan gambut khususnya sekitar kampus UPR agar tidak terbakar jika musim kering tiba.

Kemudian hal senada diungkapkan oleh Ketua Dewan Riset Nasional & Pendiri sekaligus Ketua Himpunan Gambut Indonesia, Bambang Setiadi. Dirinya setuju jika lahan gambut perlu dikelola dengan prinsip kehati-hatian tinggi, tinggi muka air gambut harus dipertahankan dengan manajemen dan teknologi tertentu untuk mencegah gambut kering dan mengalami penurunan (subsiden) sehingga mudah terbakar dan mengancam perubahan iklim.

Namun demikian berdasarkan yang dipelajarinya baru-baru ini dimungkinkan ekosistem gambut untuk memulihkan dirinya sendiri setelah terdegradasi. Kunci utamanya adalah dibutuhkannya waktu, sehingga lahan gambut yang sehat dan utuh perlu dilindungi dan dikelola agar tetap lestari, sementara lahan gambut yang terdegradasi segera untuk dipulihkan.

Indonesian sendiri merupakan pemilik ekosistem gambut terbesar nomor 4 di dunia, dengan ekosistem gambut tropisnya. Lahan gambut berperan dalam penyimpanan karbon dengan kemampuan sampai 46 gigaton atau berarti 8 – 14 % karbon berada di lahan gambut.(*)

 Sumber : https://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/, Tanggal 18 Desember 2019


Menteri LHK: Ibu Kota Baru Dibangun dengan Konsep Kota Cerdas dan Forest City

Category : Uncategorized

Balikpapan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rabu, 18 Desember 2019. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyampaikan bahwa, sesuai pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada jajaran Kementerian LHK bahwa membangun Ibu Kota Negara (IKN), nantinya didesain dengan menggunakan konsep kota cerdas (smart city) dan forest city atau bush capital, harus sekaligus dengan pemulihan dan perlindungan lingkungan.

Penegasan Menteri Siti tersebut dikemukakan usai mendampingi Presiden Jokowi meninjau lokasi IKN yang berada di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Selasa (17/12). Lokasi IKN tepatnya pada Kawasan Hutan Produksi eks HTI Itchi Hutani Manunggal.

Terkait dengan konsep pembangunan IKN yang menggabungkan konsep kota cerdas atau smart city dan forest city tersebut, lanjut Menteri Siti Nurbaya, KLHK sedang terus mendalami langkah-langkah kebijakan yang tepat untuk tujuan tersebut.

“Tentu saja dengan tetap menjaga habitat, terutama Orang Utan dan Bekantan, serta pemulihan lingkungan vegetasi dan penanganan eks tambang,” ujar Siti Nurbaya.

Untuk itu ungkap Menteri LHK, direncanakan tahun depan akan dibangun kebun bibit persemaian modern pada areal seluas 120 Hektare, dengan produksi bibit paling sedikit 15 juta batang per tahun.

“Untuk membangun gagasan besar ini, segala sesuatunya dipersiapkan, terutama pada bagian tugas kami di KLHK, yaitu pada aspek lingkungan,” ujar Menteri Siti.

Dikemukakan Siti Nurbaya, KLHK telah melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk menjadi dasar penyusunan masterplan IKN dan nantinya dalam RTRW yang akan memberi pengaruh pada Kebijakan Rencana dan Program (KRP) berdasarkan kondisi lapangan dan peraturan-peraturan yang ada.

“Sambil terus dilakukan juga rehabilitasi hutan dan lahan yang proses pengerjaannya dimasukkan dalam kerangka waktu (time frame) yang sama,” katanya.

Di lapangan, ungkap Menteri Siti Nurbaya, Bapak Presiden menegaskan bahwa kondisi eks HTI yang hijau dan cukup baik ini agar dijaga dan ditata dalam bentuk mozaik tanaman. Artinya ada pohon-pohon fast growing karena eks HTI, tapi juga harus dikombinasi dengan pohon kayu keras dan lokal yang berumur panjang seperti kayu keras ulin terutama ditanam pada bagian-bagian lembah atau flood plain dan teras sungai.

“Tempat yang baik dan indah juga harus dibangun dengan teknik konstruksi yang harus sangat ramah lingkungan, minimalkan cut and filled serta serta dijaga habitat satwa sebaik mungkin, diatur dengan teknik-teknik green infrastructure,” papar Menteri Siti.(*)

 Sumber : https://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/, Tanggal 18 Desember 2019


Rakor Rencana Perubahan Izin Lingkungan Terkait Perubahan Nama PT.Sumalindo Lestari Jaya (Unit I) Menjadi PT.Sumalindo Alam Lestari (Unit I)

Category : Uncategorized

Samarinda – Hari Jumat, tanggal 6 Desember 2019,Bertempat di ruang rapat Adipura Dinas Lingkungan Hidup Prov.Kalimantan Timur, dilaksanakan rapat koordinasi bersama PT.Sumalindo Alam Lestari (Unit I).

PT. Sumalindo Alam Lestari Unit I (PT. SAL Unit I) adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang pengusahaan hutan tanaman industri  yang berlokasi di Kecamatan Talisayan dan Batu Putih, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur, bermaksud mengajukan perubahan Izin Lingkungan terkait dengan perubahan nama usaha dan/kegiatan yang semula adalah PT. Sumalindo Lestari Jaya Unit I (PT. SLJ Unit I) menjadi PT. SAL Unit I.

Dipaparkan dalam rapat tersebut bahwa terkait dengan perubahan nama ini, PT.SAL telah memiliki beberapa perizinan, yaitu :

    • Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 80/KPTS-II/1997 tanggal 6 Februari 1997 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Pola Transmigrasi atas Areal Hutan Seluas ± 12.076 ha di Prov. Kalimantan Timur Kepada PT. Sumalindo Lestari Jaya (Site Gonpu I).
    • Keputusan Bupati Berau Nomor : 286 Tahun 2007 tentang Kelayakan Lingkungan Kegiatan Perluasan pembangunan Hutan Tanaman PT. SLJ Unit I Seluas 54.214 Ha di Kec. Talisayan dan Batu Putih Kab. Berau.
    • Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 350/Menhut-II/2008 tanggal 22 September 2008 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 80/KPTS-II/1997 tanggal 6 Februari 1997 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Pola Transmigrasi atas Areal Hutan Seluas ± 12.076 ha di Prov. Kalimantan Timur Kepada PT. Sumalindo Lestari Jaya (Site Gonpu I) (Perubahan nama PT. SLJ Unit I menjadi PT. SAL Unit I).
    • Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.267/MENHUT-II/2009 tanggal   11 Mei 2009  tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 80/KPTS-II/1997 tanggal 6 Februari 1997 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Pola Transmigrasi atas Areal Hutan Seluas ± 12.076 ha di Prov. Kalimantan Timur Kepada PT. Sumalindo Lestari Jaya (Site Gonpu I) (Perubahan luasan dari 12.076 ha menjadi 32.550 ha).

Atas rencana perubahan ini, Tim Teknis Penilai AMDAL Prov.Kaltim mengacu pada peraturan dan kebijakan sebagai berikut :

    • Pasal 73 dan pasal 48 ayat (3) Peraturan  Pemerintah (PP)   Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, disebutkan bahwa dokumen lingkungan yang telah mendapat persetujuan sebelum berlakunya PP dimaksud dinyatakan tetap berlaku dan dipersamakan sebagai Izin Lingkungan, dan masa berlaku Izin Lingkungan sepanjang berjalannya izin usaha dan/ atau kegiatan.
    • Pasal 85  dan lampiran   Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, kegiatan sektor kehutanan termasuk sektor usaha dan/atau kegiatan yang perizinan berusahanya di dalam sistem Online Single Submission (OSS).
    • Pasal 43 ayat (1) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.I/7/2018 tentang Pedomaan Penyusunan dan Penilaian serta Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup dalam Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik,  disebutkan bahwa pelaku usaha dan/atau kegiatan wajib mengajukan permohonan perubahan izin lingkungan, apabila Usaha dan/atau Kegiatan yang telah memperoleh Izin Lingkungan direncanakan untuk dilakukan perubahan.
    • Pasal 45 ayat (5) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.26 / MENLHK / SETJEN / KUM.I / 7 / 2018 tentang Pedomaan Penyusunan dan Penilaian serta Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup dalam Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, hasil evaluasi permohonan arahan perubahan Izin Lingkungan  PT. SAL Unit I oleh DLH Prov. Kaltim terhadap jenis rencana perubahan usaha dan/atau kegiatan adalah perubahan nama usaha dan/atau kegiatan dari nama PT. SLJ Unit I menjadi PT. SAL Unit I termasuk kriteria perubahan usaha dan/kegiatan lainnya yang tidak berpengaruh terhadap lingkungan hidup, sehingga perubahan Izin Lingkungan yang dilakukan tanpa melalui perubahan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup.

(zen)


KLHK akan Bangun Persemaian Modern Seluas 120 Hektar di Ibu Kota Negara Baru untuk Pemulihan Lingkungan

Category : Uncategorized

Balikpapan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Selasa, 17 Desember 2019. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya meninjau lokasi Persemaian Permanen di Bukit Merdeka, Samboja, Kalimantan Timur, Selasa (17/12/2019). Kunjungan kerja kali ini juga sekaligus dalam rangka mendampingi Presiden melihat lokasi Ibu Kota Negara (IKN) baru.

Pada kesempatan kali ini, Menteri Siti menjelaskan kepada seluruh Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Kalimantan Timur, mengapa IKN harus pindah. Jumlah penduduk di Jawa sekitar 57 persen dari total penduduk Indonesia. Perputaran ekonomi juga sangat dominan di sana.

“Kita termasuk pertumbuhan ekonominya tinggi, pada setiap pertemuan Internasional kita termasuk di jajaran negara yang ekonomi maju, artinya potret secara dunia kepada Indonesia itu sangat baik”, terang Menteri Siti.

Namun, Menteri Siti melanjutkan bahwa Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada semua Menteri, untuk membangun seluruh Indonesia. Khusus untuk KLHK, pesan yg paling penting adalah, dengan membangun IKN yg baru, berarti berjalan simultan dengan pemulihan lingkungan. “Saya minta kepada rekan-rekan, kita semua bekerja sama, bekerja keras”, pinta Menteri Siti kepada seluruh jajarannya.

Mendukung upaya pemulihan tersebut, KLHK akan membangun Persemaian Modern di sekitar lokasi IKN nantinya. Persemaian ini rencananya akan dibangun di atas lahan seluas 120 Hektar.

Hasil survei lokasi yang akan dijadikan Persemaian Modern berada di wilayah Kawasan Hutan Produksi Mentawir pada areal IUPHHK-HTI PT. Inhutani I.

Rencana Persemaian Modern di Mentawir akan meliputi pembangunan sarana dan prasarana persemaian seperti Germination Rooting Mother Plant House, Laboratorium Kultur Jaringan, Aclimatization Area, Shaded Area, Open Area, Pengolahan Media Tanam, serta Reservoar. Selain itu juga terdapat sarana pendukung persemaian meliputi kantor, mess dan lain-lain.

Dalam Persemaian Modern ini akan memiliki kapasitas produksi bibit sebesar 15 juta bibit pertahun yang meliputi tanaman hutan seperti tanaman kayu, multi purpose tree species dan tanaman eksotik.

Selain menjadi pusat pembibitan dan kebun benih, pada lokasi ini juga akan dibuat Arboretum atau taman hutan dengan koleksi tanaman endemik Indonesia. Serta akan berfungsi juga sebagai taman rekreasi dan sarana olahraga. KLHK telah mengalokasikan anggaran sebesar 100 Milliar Rupiah di tahun 2020 guna membangun Persemaian Modern ini.

“Refleksi Persemaian Modern ini sangat penting, karena menunjukkan kepada dunia, bahwa Indonesia dalam pemindahan IKN ini sangat serius dalam pemulihan lingkungan”, ucap Menteri Siti.

Menteri Siti kemudian meminta jajarannya untuk mencermati beberapa hal penting terkait teknis pembangunan IKN. Pertama adalah terkait Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Seluruh jajaran harus dapat melihat situasi dan kondisi di lapangan untuk memahami arah orientasi pembangunan IKN. Kedua, Menteri Siti meminta kepada jajarannya untuk mengawal betul dukungan KLHK dalam penyiapan areal lahan dalam kawasan hutan yang memang dibutuhkan untuk IKN.

Menteri Siti menegaskan bahwa lahan untuk IKN yang baru adalah bukan dari hutan primer, melainkan lahan HTI. Adendum telah dilakukan pada PT. ITCHI Hutan Manunggal yang memiliki konsesi di wilayah yang akan dijadikan IKN.

“Ada adendum di ITCHI, ada kebutuhan negara, terhadap konsesi ini maka kita lakukan koreksi. Jangan lupa, bahwa di sana sudah ada aset, kita perlu mengatur segala operasional sehingga tidak ada yang terganggu”, jelas Menteri Siti.

Terakhir adalah, lagi-lagi Menteri Siti secara tegas menyatakan bahwa pemindahan IKN ini juga sebagai upaya untuk pemulihan lingkungan dan konservasi. “Sebagai orang KLHK, kita tentu memahami bahwa lansekap ini dia menyatu dengan habitat2 satwa”, terangnya.

Oleh sebab itu, dalam pembangunan infrastruktur IKN ini harus betul-betul memperhitungkan keberadaan satwa terutama orangutan dan bekantan. “Saya sudah menyampaikan ketika Rapat Terbatas, dimana saja kantong-kantong satwa di lokasi IKN”, ucap Menteri Siti.

Menteri Siti menjelaskan lebih dalam, “kita harus memperhatikan green infrastruktur, seperti flyover yg tidak mengganggu lintasan satwa. Ini juga akan menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia dapat membangun IKN yang memperhatikan keberlangsungan keaneka ragaman hayati.”

Mengakhiri peninjauan di Persemaian Permanen ini, Menteri LHK berpesan kepada semua Kepala UPT agar dapat menjelaskan dengan benar setiap hal-hal yang terkait pemindahan IKN. “Tidak boleh ada lagi orang mengatakan bahwa IKN akan merusak lingkungan, itu tidak boleh, tugas kita semua untuk menjelaskan dengan benar bahwa IKN juga sejalan dengan pemulihan lingkungan,” tegas Menteri Siti.(*)

 Sumber : https://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/, Tanggal 17 Desember 2019